Lompat ke isi utama

Berita

BERWISATA DI DESA ANTI POLITIK UANG

BERWISATA DI DESA ANTI POLITIK UANG

Awal tahun 2021 Bawaslu Wonosobo masih menyelesaikan tahapan pengawasan Pilkada 2020. Satu di antaranya, mengawal putusan Pengadilan Negeri Wonosobo terhadap kasus pelanggaran Netralitas Kades. 12 Januari  kasus dinyatakan inkrach. Majelis hakim memutuskan, terdakwa bersalah.

                Bergala di waktu yang sama, kami mulai menyusun dan melaksanakan program tahun 2021. Dimulai menertibkan adminstrasi  dan dokumentasi hasil pengawasan Pilkada, memenuhi hak informasi publik, serta “berwisata” ke Desa Anti Politik Uang.

                Kata berwisata, sengaja saya kasih tanda petik. Biar tidak salah tafsir. Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) wisata berarti : pergi bersama sama, untuk memperluas pengetahuan, atau bersenang senang dan sebagainya.

                Nah, berwisata di sini, Bawaslu Wonosobo  melancong , istilah jawa : jajah desa melangkori. Targetnya, tahun ini Bawaslu Kabupaten Wonosobo mendampingi 8 Desa Pengawasan dan Desa Anti Politik Uang. Seperti rumus yang kami kembangkan, dalam pendampingan Desa Anti Politik Uang dan Desa Pengawasan, forumnya kami kemas agar menyenangkan dan cair.

                Tak hanya itu, untuk program tahun ini, memang Bawaslu Wonosobo bekerjasama dengan berbagai desa yang tengah bergeliat memajukan desanya, terutama dalam pengembangan wisata desa.

                Sudah ada empat desa yang sampai dengan  pertengahan tahun ini, bekerjasama dengan Bawaslu. Meliputi; Desa Kumejing di ujung selatan wilayah Wonosobo, masuk Kecamatan Wadaslintang. Kemudian Desa Slukatan, Kecamatan Mojotengah, yang sejak zaman penjajahan dikenal sebagai desa Produsen Kopi Robusta, beranjak naik ke Kecamatan Kejajar, kami bekerjasama dengan Desa Sigedang, perbatasan dengan Kabupaten Temanggung. Desa ini dikenal sebagai lokasi pendakian tertua ke Puncak Sindoro. Nah, yang keempat Desa Warangan, berada di Kecamatan Kepil. Desa ini berbatasan dengan Kabupaten Magelang. Unggulan wisata desa ini Pine Forest atau hutan pinus, uniknya di tengah hutan pinus ada kolam renang dan beragam atraksi wisata lainnya.

 

SATGAS DESA ANTI POLITIK UANG

Proses Kerjasama dalam membentuk Desa Anti Politik Uang, Tim Bawaslu Kabupaten Wonosobo melancong ke desa - desa tersebut. Forum dikemas lebih menyenangkan, Bawaslu berposisi menjadi fasilitator. Sehingga peran serta warga lebih dominan dalam forum tersebut.

                Meminjam teori yang dikembangkan oleh Paulo Freire aktivitas Pendidikan asal Brazil, pendekatan forum dilakukan dengan metode problem posing education alias Pendidikan hadap masalah. Temanya, tentu saja berurusan dengan hak politik warga, perjalanan pemilu di Indonesia, pengalaman penyelenggaraan Pemilu di desa, hingga potensi pelanggaran, di antaranya praktek politik uang.

                Proses forum mengundang 20 orang dari desa tersebut, peserta representasi dari Tokoh Pemerintah desa, pemuda, perempuan, disabilitas dan organisasi agama, sosial, dan budaya setempat. Forum dimulai dengan perkenalan antara peserta dan Bawaslu Wonosobo. Setelah itu, 20 orang tersebut kita bagi dalam empat kelompok.

                Tiap kelompok, mendiskusikan tema yang berbeda, mengaitkan tema dengan pengalaman warga mengikuti Pemilu atau Pilkada di desa itu. Cara ini, juga memudahkan Bawaslu mendapatkan pengetahuan tentang situasi dan dinamika geopilitik di tiap desa.

                Dengan memberikan porsi penuh kepada warga, dinamika dalam tiap desa sangat tampak. Kesadaran yang dimiliki warga dalam mendiskusikan tentang Pemilu dan Pilkada juga beragam. Warga dengan asyik gendu gendu rasa  atau saling curah pendapat tentang situasi di desanya.

                Bila dipetakan, dari pengalaman diskusi di tiap desa.  Misalnya, saat membincang tentang praktek politik uang dan jenis pelanggaran lain dalam Pemilu. Sebagian ada yang memiliki kesadaran magis, mereka berpendapat bahwa praktek politik uang telah menjadi takdir dalam proses Pemilu maupun Pilkada. Mereka menganggap ada kekuatan lain yang tidak bisa mereka tolak.

                Kemudian ada masyarakat yang masuk dalam kategori Kesadaran Naif , warga berpendapat bahwa praktek politik uang disadari merupakan tindakan yang salah, karena bertentangan dengan aturan. Namun di sisi lain, masyarakat dalam kategori ini, juga belum menemukan solusi bagaimana menghindari praktek politik uang di desanya.

                Kategori masyarakat yang ketiga, yakni memiliki kesadaran kritis, dalam empat forum tersebut muncul, bahwa praktek politik uang terjadi karena ada sistem politik yang salah dalam proses Pemilu atau Pilkada. Mereka berpandangan bahwa Praktek politik uang bisa diberantas oleh peserta pemilu, pemilih serta penyelenggaran Pemilu yang tegas.

                Contoh ini muncul, saat forum di Desa Slukatan dan Desa Sigedang, rekomendasi dari forum warga, di antaranya bahwa Pendidikan tentang pemilih harus terus menerus dilakukan.

                “Untuk menekan potensi praktek politik uang, rekomendasi dari kelompok diskusi kami, perlu diadakan pelatihan atau sosialisasi pengetahuan politik oleh pemerintah desa dan Bawaslu secara terus menerus,”usul perwakilan Pemuda Desa Slukatan.

                Bahkan ada yang mengusulkan Pemerintah Desa mestinya menganggarkan Pendidikan Pemilih bagi warga. Kemudian juga dalam pelaksanaan Pilkada atau Pemilu, dari desa perlu dibuat Satuan Tugas (Satgas) yang khusus melakukan pengawasan potensi pelanggaran praktek politik uang. Satgas ini di luar Bawaslu sehingga menunjukan komitmen warga desa dalam menolak praktek politik uang.

                “Rekomendasi dari forum ini, agar praktek money politik tidak terjadi, perlu dibentuk Satgas Anti Politik Uang tiap ada pemilihan,”ungkap Munasir Perwakilan Pemuda Desa Sigedang.

 

AKUMULASI RATUSAN LANGKAH KECIL

Tidak hanya pendampingan ke desa desa, di sela tidak ada tahapan pengawasan Pilkada maupun Pemilu. Tahun ini, Bawaslu Kabupaten Wonosobo juga memperluas Kerjasama dengan para pihak. Tujuanya tidak lain, mendongkrak pratisipasi publik menjadi bagian dalam peningkatan kualitas Pemilu atau Pemilihan.

                Tahun ini, animo anak muda dan mahasiswa untuk terlibat dalam Pengawasan partisipatif juga semakin meningkat. Setidaknya bisa dilihat dari proses pendaftaran Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif (SKPP) Program Bawaslu RI. Jumlah pendaftar dari Wonosobo naik pesat. Total pendaftar mencapai 116 orang. Dibanding sebelumnya, jumlah pendaftar baru 26 orang.

                Selain SKPP, Bawaslu Wonosobo tahun ini, semoga pandemi segera berakhir,  juga berencana blusukan ke sekolah sekolah dan pesantren. Tujuanya memperkuat pengetahuan para calon pemilih pemula dalam pengawasan Pemilu dan Pilkada.

                Berbagai Langkah kecil tersebut, terus kita lakukan. Karena ini pekerjaan bagian dari mengubah kesadaran. Ada istilah, mengubah kesadaran lebih susah dari memindah gunung. Tapi kami yakin, perubahan dihasilkan bukan hanya oleh lompatan besar, melainkan juga akumulasi ratusan langkah kecil. (*)