Lompat ke isi utama

Agenda

MELURUSKAN KEJERNIHAN IDEOLOGI ATAS SILA KE-4 PANCASILA

MELURUSKAN KEJERNIHAN IDEOLOGI ATAS SILA KE-4 PANCASILA

Oleh : 

Sarwanto Priadhi, Ketua Bawaslu Kabupaten Wonosobo

 

Pendahuluan 

Secara umum dipahami bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat, dimana setiap orang dapat mengambil bagian perihal keputusan yang akan mempengaruhi kehidupannya dalam bernegara. Oleh karena Indonesia berdasarkan Pancasila maka demokrasi yang diterapkan adalah sistem demokrasi Pancasila yang dimanifestasikan oleh sila keempat yaitu “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyaratan/ perwakilan”. 

Menurut Soekarno, oleh karena Pancasila itu digali dari bumi Indonesia maka Pancasila pada dasarnya merupakan manifestasi pandangan hidup, filosofi, budaya dan kearifan bangsa Indonesia dalam berkehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Dengan demikian, sistem demokrasi Pancasila yang kita terapkan di Indonesia pun tidak bolehterlepas dari makna dasar sila keempat. Persoalannya kemudian, apakah para pejabat dan rakyatnya benar-benar telah mengimplementasikan nilai-nila sila keempat atau belum? Mengapa? Karena demokrasi Pancasila yang kita terapkan itu juga memiliki tiga fungsi, yaitu demokrasi sebagai bentuk penyelenggaraan pemerintahan, demokrasi sebagai sistem politik, dan demokrasi sebagai sikap hidup individu maupun kolektiv. 

Pidato Mohammad Hatta di India pada tahun 1955, diantaranya menyebutkan bahwa “Democracy is something which should and eventually must, touch the lives of the people everyday and in all ways” yang artinya “Demokrasi adalah sesuatu yang seharusnya dan pada akhirnya harus menyentuh kehidupan masyarakat setiap hari dan dalam segala hal”. 

Pernyataan Hatta itu relevan dengan pendapat Soekarno bahwa sistem demokrasi kerakyatan dapat menjadi jalan keluar untuk menyelaraskan makna sila-sila Pancasila dengan realitas kehidupan. Namun realitasnya, makna tidak terimplikasikan dengan baik sehingga perdebatan tentang bentuk dan implementasi demokrasi Pancasila masih bergulir dengan sudut pandang yang lebih dipengaruhi oleh kepentingan tertentu dari pada kejernihan ideologi. 

Nilai-nilai Demokrasi Pancasila 

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa bunyi sila keempat adalah “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Sila keempat tersebut terdiri dari rangkaian kata yang penuh makna sehingga sila keempat itu memiliki bobot tanggungjawab penyelenggaraan yang berat bagi pemerintah karena harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat dan juga kepada Tuhan Yang Maha Esa. 

Bagi pemimpin/pemerintah, sila keempat merupakan amanat untuk tidak hanya memerhatikan rakyat secara umum, tetapi juga memberikan makna untuk senantiasa memimpin dengan cara yang sempurna, menghadirkan kolaborasi yang pas antara hikmat dan kebijaksanaan, serta dilengkapi dengan metode penerapannya yang kontekstual, sesuai dengan permusyaratan/perwakilkan. 

Mempelajari demokrasi Pancasila bukan sekadar memahami definisi, tetapi juga mengungkap akar filosofisnya, mengidentifikasi sumber-sumber historis dan konstitusionalnya, serta melihat perannya dalam pembangunan nasional. Kita akan melihat bagaimana nilai-nilai budaya Indonesia terintegrasi dalam sistem demokrasi ini, dan bagaimana partisipasi masyarakat menjadi kunci keberhasilannya. 

Demokrasi Pancasila memiliki beberapa nilai (values) yang perlu untuk dipahami oleh rakyat dan pemerintah, yaitu : 

  1. Tanggungjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa 
  2. Perbedaan pendapat 
  3. Musyawarah 
  4. Kesetaraan 
  5. Kesejahteraan
  6. Keadilan 

Makna Kerakyatan 

Kata “kerakyatan”, secara filosofis mengandung makana bahwa demokrasi yang kita bangun adalah demokrasi yang menempatkan rakyat pada posisi central dan kedaulatan rakyat menjadi sebuah amanat atau perintah. Pengertian itu sama dan sebangun dengan konsep “Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat” maupun dengan pernyataan retorik “Suara Rakyat, Suara Tuhan” atau “Vox Populi, Vox Dei”. 

Bagi pemerintah, kata “kerakyatan” dalam konteks sila keempat mengandung relevansi agar pemerintah melayani rakyat sepenuh hati, pemerintah tidak boleh berkianat kepada rakyatnya, tidak ada daulat lain kecuali daulat rakyat, serta pemerintah harus menjunjung tinggi harkat dan martabat rakyatnya. 

Agar implementasi “kerakyatan” lebih tertib maka dibuatlah ketentuan Pasal 1 Ayat 2 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Ketentuan ini menjelaskan bahwa dalam implementasinya, kedaulatan rakyat dilaksanakan oleh MPR yang para anggotanya dipilih berdasarkan Pemilihan Umum yang demokratis. 

Makna Hikmat Kebijaksanaan 

Jika ditelusuri kedalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “hikmat” berarti ‘kebijakan’, ‘kearifan’. Lalu, apa bedanya dengan “kebijaksanaan” yang juga berarti ‘kearifan’, jika ditelusuri dalam KBBI? Secara terminologis, kata “hikmat” merujuk pada landasan etis pengambilan keputusan pemerintah. Nurani menjadi instrumen utamanya, moral menjadi dasar gerakannya, dan empati menjadi puncak perwujudannya. Dengan adanya nurani dan kesadaran moralitas, pemimpin/pejabat pemerintah hendaknya turut merasakan apa yang dirasakan rakyatnya. 

Konsep “hikmat” ini dikemas dalam bentuk keputusan moral yang merupakan hasil kesadaran dan pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip luhur yang arif dari masyarakat. Keputusan moral ini tidak akan bisa diterapkan secara seimbang tanpa peran “kebijaksanaan”. 

“Kebijaksanaan” secara terminologis merujuk pada seperangkat hasil perenungan akal, kemampuan berpikir, yang bersifat rasional atau logis. Akal dan logika menjadi medianya, sehingga pemimpin juga dituntut mampu merumuskan dan memikirkan jalan keluar atas masalah yang dihadapi rakyatnya. Kebijaksanaan menuntut wawasan dan pengetahuan yang luas serta mendalam. 

“Hikmat” dan “kebijaksanaan” membentuk kesatuan seperangkat orientasi etis yang dihidupkan oleh daya rasionalitas, kearifan konsensual, dan komitmen keadilan. Ada ruang rohaniah dalam pengambilan keputusan dan perumusan pernyataan para penyusun kebijakan yang rasional. Oleh karenanya, ada serentetan syarat bagaimana demokrasi dapat menjadi jalan keluar atas ketidaksesuaian kenyataan dengan proyeksi makna sila-sila Pancasila. 

Makna Permusyaratan Perwakilan 

Bila mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “musyawarah” ialah pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah. Bermusyawarah memegang peranan penting di Indonesia karena membantu mencapai mufakat dan kesepakatan yang didukung oleh semangat kekeluargaan. Tujuan masyarakat adalah untuk mencapai kesepakatan bersama yang dihormati dan dipahami oleh semua pihak. 

Di negara demokratis ini, pengambilan keputusan bersama melalui musyawarah adalah cara dan metode yang efektif. Nilai-nilai Pancasila mengajarkan bahwa semua pihak yang terlibat dalam musyawarah mempunyai kesempatan yang sama untuk menyampaikan pandangannya sehingga hasil keputusan yang diambil bersifat adil dan terbuka karena mendapatkan kemufakatan. 

Demi tertibnya implementasi “permusyawaratan perwakilan” maka peran para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) hasil Pemilihan Umum yang demokratis menjadi sangat penting dan strategis.

Kepentingan rakyat atau aspirasi rakyat, baik dalam konteks politik, ekonomi maupun sosial budaya; dilaksanakan oleh para anggota DPR, DPD dan DPRD sehingga mereka disebut sebagai wakil rakyat.  Oleh karenanya, di dalam diri para wakil rakyat maka kepentingan rakyat harus ditempatkan pada garis paling depan dan utama daripada kepentingan pribadi maupun kepentingan partainya.

Gerakan protes yang dilakukan oleh mahasiswa, pelajar dan unsur-unsur  masyarakat lainnya pada akhir Agustus 2025 hendaknya menjadi titik tolak bagi para wakil rakyat dan juga pejabat pemerintah lainnya untuk mawas diri, kembali pada fungsi dan peran utamanya sebagai pelayan rakyat.  Mereka harus mengakhiri perilaku penyimpangan amanat sila keempat Pancasila dan kembali bekerja mengabdi kepada rakyat dengan menjalankan amanat Pancasila dan UUD 1945.  

 

Agenda